.png)
Sobat OLeCo udah tau belum nih? Kalo pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (“UMKM”) jadi pihak yang kesulitan loh di masa Pandemi Covid-19 ini. Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (“AFPI”) di 2021 mencatat 77,6% UMKM belum dapet modal dari lembaga perbankan, duh gawat banget nih. Padahal UMKM itu keren loh udah menyerap 97% tenaga kerja dan nyumbang persentase Produk Domestik Bruto sekitar 61,97%.
Kalo udah begini, kita ga bisa berharap modal UMKM cuma dari bank. Apalagi banyak dari pelaku UMKM belum bankable. Jadi perlu banget alternatif permodalan UMKM supaya bisa tetep ngejalanin usahanya dengan aman. Salah satu caranya ya pake P2P Lending.
Menurut Pasal 1 Angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi (“POJK No. 77 Tahun 2016”), P2P Lending adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet. Dari definisinya, kita udah tau ya kalo skema P2P Lending ini cocok banget dipake sama pelaku UMKM, terlebih ketika Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (“PPKM”) seperti saat ini. Siapapun bebas mengakses peminjaman P2P Lending ini tanpa keluar rumah. Selain gampang diakses, P2P Lending juga relatif aman buat UMKM karena POJK No. 77 Tahun 2016 itu mewajibkan setiap Penyelenggara P2P Lending untuk menjalankan mitigasi risiko serta menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang dikelola.
Tapi tunggu dulu! walaupun P2P Lending ini secara teori cocok banget dipake sama pelaku UMKM, tapi dalam praktik masih banyak masalah yang menghambat pemanfaatan P2P Lending. Di tahun 2019, Otoritas Jasa Keuangan udah bilang kalo literasi keuangan di Indonesia masih di angka 38,03%. Ditambah lagi, Kementerian Komunikasi dan Informatika (“Kominfo”) bilang kalo tingkat literasi digital di Indonesia
masih di angka 3,49 di tahun 2021. Kondisi ini nih yang bikin Fithra Faisal menganalisis rendahnya literasi keuangan digital jadi biang kerok menjamurnya P2P Lending ilegal di Indonesia. Masyarakat yang lengah karena literasi digitalnya kurang kuat bakal sulit membedakan mana P2P Lending yang legal dan yang ilegal. Kalo udah telah terjebak dalam jeratan P2P Lending ilegal, pasti amsyong banget karena peminjamnya bisa sampe kena teror ancaman, penyebaran data pribadi, hingga pelecehan seksual loh, duh jangan sampe deh.
Dilihat dari masalah tadi, Penyelenggara P2P Lending punya peran penting berdasarkan Pasal 33 POJK No. 77 Tahun 2016, yaitu mendukung pelaksanaan peningkatan literasi dan inklusi keuangan. Tapi, pasal tersebut belum memberikan arahan kepada Penyelenggara P2P Lending terkait gimana teknis edukasi literasi keuangan digital dilakukan. Tentu perlu dong adanya optimalisasi regulasi P2P Lending dengan memberikan ketentuan rinci mengenai kewajiban Penyelenggara P2P Lending untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, khususnya UMKM, mengenai serba-serbi keuangan digital, baik secara langsung maupun edukasi secara digital. Kalo cara ini udah dilakukan, yakin deh pelaku UMKM jadi lebih selektif memilih Penyelenggara P2P Lending yang resmi supaya bisa akses permodalan dengan aman di masa Pandemi ini karena dibekali literasi keuangan digital yang mumpuni.
Terima Kasih !
Tunggu beberapa saat hingga komentar anda tayang.