.png)
“Bro, itu toko baju langganan kita bangkrut ya? Kayaknya udah sebulan lebih belum buka dan denger-denger pemiliknya ada masalah utang, padahal kan cabangnya banyak ya.”
“Wah iya Bro, katanya sih gitu, eh.. tapi itu bukan bangkrut, melainkan pailit namanya, Bro.”
“Pailit? Ah, kan intinya gulung tikar itu Bro, berarti bangkrut bisa juga dong.”
“Engga Bro, si pemilik toko itu udah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, jadi bukan bangkrut namanya.”
“Eh, gimana gimana? Sorry Bro, masih belum paham..”
“Ya udah, yuk simak penjelasan Bro Elo berikut!”
Sobat OLeCo pasti sebelumnya pernah dengar istilah usaha bangkrut atau sedang gulung tikar. Nah, bagaimana dengan usaha yang pailit? Apakah prinsipnya sama dengan bangkrut? Perihal pailit atau kepailitan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU 37/2004”). Dalam Pasal 1 angka 1 UU 37/2004 didefinisikan bahwa, “Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.” Nah, selanjutnya apa sih yang disebut sebagai Debitor Pailit? Debitor Pailit yakni debitor yang sudah dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004 yang mengatur syarat debitor dapat dinyatakan pailit, yaitu:
1. Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor,
2. Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih,
3. Debitor dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.
Jadi, pada intinya bahwa orang, badan usaha, ataupun badan hukum sebagai debitor dapat menyandang status pailit atau Debitor Pailit hanya jika telah diputuskan atau dinyatakan pailit oleh Pengadilan, dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga. Pengadilan mendasarkan putusan tersebut atas dasar dipenuhinya syarat-syarat tertentu dalam Pasal 2 ayat (1) UU 37/2004.
Bagaimana dengan bangkrut? Istilah bangkrut sendiri tidak didefinisikan secara khusus dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam KBBI dijelaskan bahwa bangkrut adalah suatu kondisi ketika usaha mengalami kerugian besar hingga jatuh atau habis hartanya. Kondisi tersebut bisa terjadi karena berbagai faktor, bisa karena manajemennya buruk, persaingan bisnis dari kompetitor, gagal membayar utang, dan lain sebagainya. Berbeda dengan pailit yang hanya bisa disebabkan oleh putusan dari Pengadilan Niaga.
Dalam keadaan bangkrut, kondisi keuangan debitor atau perusahaan sudah pasti dalam keadaan sulit. Namun, lain hal dengan pailit yang bisa saja kondisi keuangan tetap sehat meskipun dinyatakan pailit dan harus membayar kewajiban atas utang-utangnya kepada kreditor. Akan tetapi, apabila kondisi keuangan debitor yang pailit menjadi tidak sehat karena keharusannya membayar utang, bisa saja Debitor Pailit tersebut menemui kebangkrutan pada akhirnya.
Penyelesaian dalam kondisi bangkrut dan pailit juga berbeda. Dalam kondisi bangkrut, perusahaan dibebaskan dalam menentukan cara mengatasi masalah tersebut karena perihal kebangkrutan tidak diatur secara resmi dalam norma hukum positif tertulis di Indonesia. Lain halnya dengan kepailitan yang mewajibkan pelaksanaan sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit untuk menyelesaikan utang-utangnya dilakukan oleh Kurator. Hal tersebut sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dalam Pasal 1 angka 1 UU 37/2004. Lantas, apa itu Kurator? Penjelasan tentang Kurator disebutkan dalam Pasal 1 angka 5 UU 37/2004, yaitu “Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang diangkat oleh Pengadilan untuk mengurus dan membereskan harta Debitor Pailit di bawah pengawasan Hakim Pengawas sesuai dengan Undang-Undang ini.”
Nah, demikian tadi penjelasan terkait pailit dan bangkrut yang sekilas hampir mirip, tetapi dalam segi prinsip dan terminologi hukum ternyata berbeda. Semoga membantu ya, Sobat OLeCo!
Terima Kasih !
Tunggu beberapa saat hingga komentar anda tayang.