.png)
“Waduh ini kok kecelakaan truk sering banget terjadi ya, Bro.”
“Iya ni. Ada yang rem blong, kelebihan muatan, sopir ngantuk, dan banyak faktor lainnya.”
“Terus kalo itu menimbulkan korban jiwa, siapa yang tanggung jawab, Bro?”
“Kalau secara pidana, jelas tersangka utamanya adalah sopir.”
“Tapi kan sopir itu kerja atas perintah atasan atau bosnya? Emang mereka gak tanggung jawab, Bro?”
“Nah, simak nih penjelasan Bro Elo.”
Keamanan berkendara harus menjadi aspek nomor satu ketika mengemudikan kendaraan. Tak terkecuali bagi kendaraan-kendaraan besar yang sering dijadikan angkutan barang, salah satunya truk. Meskipun telah ada undang-undang yang mengatur tentang keamanan berkendara, kecelakaan tetap saja bisa terjadi. Sering, bahkan. Contohnya kecelakaan truk dengan berbagai faktor penyebabnya. Namanya musibah, tidak ada yang tahu dan tidak ada yang mau. Yap, benar. Tapi sayangnya, kerap kali musibah itu menimbulkan korban jiwa.
Sobat OLeCo pasti pernah melihat berita sopir truk menjadi tersangka karena kecelakaan yang dibuatnya. Namun, apakah pertanggungjawaban itu hanya diberikan kepada sopir truk semata? Setiap akibat pasti ada sebab. Kita ambil contoh kasus truk dengan rem blong sehingga berakibat pada kecelakaan yang menimbulkan korban luka berat hingga meninggal dunia, selalu tersangka utamanya ditujukan pada sopir. Pasal 310 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) menyebutkan bahwa:
ayat (3), “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)”
ayat (4), “Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”
Dari situ, terdapat frasa “setiap orang yang mengemudikan” yang tentu saja ditujukan kepada sopir. Kemudian ada juga frasa “karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas” yang ditujukan pada kelalaian sopir karena tidak mengecek rem kendaraan sebelum dikendarai.
Mengapa sopir sering dijadikan tersangka dalam kecelakaan lalu lintas? Karena unsur delik dalam banyak pasal di UU LLAJ itu adalah “setiap orang yang mengemudikan”, yang hal itu pasti dilakukan oleh sopir, bukan orang lain.
Melihat faktor penyebab kecelakaan yang lain, misalnya truk dengan muatan berlebih atau truk ODOL (over dimension overloading), bisa pula tersangka tidak hanya sopir tetapi juga bos dari sopir itu. Hal ini disebabkan jika bos sopir itu memang memerintahkan untuk mengisi truk dengan muatan berlebih. Padahal, seharusnya bos itu tahu bahwa hal demikian akan sangat berbahaya di jalan dan bisa menimbulkan korban jiwa jika terjadi kecelakaan. Dalam Pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana disebutkan bahwa,
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Oleh karenanya, bos yang memerintahkan sopir untuk tetap membawa muatan berlebih itu bisa juga dijadikan tersangka. Sebenarnya, setiap kasus kembali pada pembuktian. Jika dapat dibuktikan tidak hanya sopir yang terlibat dalam kecelakaan, tentu ditemukan tersangka lainnya. Namun, hal itu kadang diabaikan karena fokus utama penyidik lebih tertuju kepada sopir yang mengemudikan, sebagaimana unsur delik dalam UU LLAJ.
Demikian, semoga bermanfaat ya Sobat!
Terima Kasih !
Tunggu beberapa saat hingga komentar anda tayang.