.png)
“Bro, eksepsi apaan sih? Pas banget nih lagi liat sidang di tv dan ada yang ngajuin eksepsi.”
“Oh, eksepsi itu semacam keberatan gitu, biasanya terkait kewenangan pengadilan, dakwaan, dan surat dakwaan.”
“Jadi kayak pembelaan gitu ya, Bro?”
“Nah ini yang kadang terbalik, pembelaan sama keberatan itu beda, bahkan tahapan sidangnya juga beda lho.”
“Emang gimana bedanya, Bro?”
“Biar lebih jelas, yuk kita simak penjelasan Bro Elo berikut!”
Sobat OLeCo, dalam hukum acara pidana dikenal namanya eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum terdakwa. Sebenarnya, eksepsi bukanlah hal yang wajib untuk diajukan. Namun apabila dirasa perlu karena adanya keberatan, eksepsi pasti diajukan. Eksepsi atau keberatan ini diajukan pada tahap sidang pertama, lebih tepatnya setelah penuntut umum membacakan surat dakwaan. Karena eksepsi adalah suatu “keberatan”, tentu harus dibedakan dengan pembelaan. Pembelaan diajukan pada tahap sidang pembacaan tuntutan dan pembelaan, lebih tepatnya setelah penuntut umum membacakan tuntutan pidana kepada terdakwa.
Pasal 156 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) menjelaskan tentang eksepsi, yaitu
“Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.”
Nah, dari pasal tersebut ada 3 hal penting yang dapat digunakan penasihat hukum sebagai alasan untuk mengajukan eksepsi, yaitu:
- Keberatan pengadilan tidak berwenang untuk mengadili perkara
- Keberatan dakwaan tidak dapat diterima
- Keberatan surat dakwaan harus dibatalkan
Dalam eksepsi, keberatan yang diajukan bukan terkait pokok perkara. Jadi hanya sebatas formalitas terkait kewenangan pengadilan dan surat dakwaan. Namun, memang beberapa penasihat hukum ada juga yang malah menyinggung pokok perkara sehingga menyamakan eksepsi seperti pembelaan dengan memasukkan berbagai pembelaan di samping keberatan dalam eksepsinya. Hal inilah yang salah. Tapi pada akhirnya, hakim tetap melihat dan mengambil keputusan atas eksepsi itu tanpa melihat pembelaan atas pokok perkaranya.
Lalu, bagaimana selanjutnya putusan hakim terkait adanya eksepsi tersebut? Hal ini dijelaskan dalam Pasal 156 ayat (2) KUHAP, yaitu
“Jika hakim menyatakan keberatan tersebut diterima, maka perkara itu tidak diperiksa lebih lanjut, sebaliknya dalam hal tidak diterima atau hakim berpendapat hal tersebut baru dapat diputus atau setelah selesai pemeriksaan, maka sidang dilakukan.”
Jadi, apabila hakim menerima eksepsi yang diajukan penasihat hukum terdakwa maka hakim memutus pemeriksaan terhadap perkara tersebut tidak dapat dilanjutkan dan apabila hakim menolak eksepsi maka hakim memutus pemeriksaan terhadap perkara harus dilanjutkan. Putusan hakim inilah yang dinamakan putusan sela.
Demikian penjelasannya dan semoga bermanfaat ya, Sobat!
Terima Kasih !
Tunggu beberapa saat hingga komentar anda tayang.