
Hai, Sobat OLeCo! Pernikahan bisa dikatakan merupakan suatu janji suci yang abadi. Pernikahan yang sejati membuat setiap orang yang melakukannya ingin selamanya bersama pasangan, menjalin ikatan dalam bentuk kekeluargaan. Namun kerap kali jalan menuju pernikahan terhalang oleh berbagai rintangan, misalnya terkait agama. Pernikahan beda agama memang sering banget jadi isu yang dipertanyakan. Gak jarang pula banyak kontroversinya, meskipun banyak juga yang telah melakukan pernikahan beda agama. Kok bisa sih pernikahan beda agama dilakukan? Apa gak melanggar hukum? Yuk simak penjelasannya berikut!
Kalau kita lihat dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”) disebutkan bahwa "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu." Artinya, selama pasangan yang menikah itu melakukan pernikahan sesuai hukum agamanya masing-masing maka pernikahan tersebut adalah pernikahan yang sah sehingga pernikahan itu tentu saja bisa dilakukan. Nah kalau gak sesuai dengan hukum agama masing-masing pasangan yang akan menikah itu, terus gimana? Tentu pernikahan yang dilakukan menjadi pernikahan yang tidak sah, Sobat. Tapi bukan berarti pernikahan beda agama tidak bisa dilakukan lho!
Tak dapat dipungkiri, memang ada beberapa agama yang melarang untuk melakukan pernikahan beda agama. Inilah yang membuat seringnya pernikahan beda agama sangat sulit untuk dilakukan. Ketika akan menikah, biasanya pasangan yang beda agama tersebut akan ditolak untuk melakukan pernikahan. Terkait hal ini, ada opsi bagi pasangan yang tidak bisa menikah karena beda agama, yaitu dengan mengajukan permohonan perkawinan beda agama ke Pengadilan Negeri untuk mengeluarkan suatu penetapan yang mengizinkan perkawinan beda agama sekaligus memerintahkan pegawai Kantor Catatan Sipil untuk melakukan pencatatan terhadap perkawinan beda agama tersebut ke dalam Register Pencatatan Perkawinan.
Nah, sesuai Pasal 21 ayat (3) UU Perkawinan disebutkan bahwa "Para pihak yang perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan di dalam wilayah mana pegawai pencatat perkawinan yang mengadakan penolakan berkedudukan untuk memberikan keputusan, dengan menyerahkan surat keterangan penolakan tersebut di atas." Dengan mengajukan permohonan itu maka akan keluar suatu penetapan pengadilan.
Selanjutnya, apabila kita lihat dalam Penjelasan Pasal 35 huruf a UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Administrasi Kependudukan”) disebutkan bahwa "Yang dimaksud dengan Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama." Jadi, sebenarnya pernikahan beda agama boleh untuk dilakukan lho Sobat, selama diajukan permohonan untuk melakukan pernikahan beda agama hingga keluar penetapan pengadilan yang mengizinkan untuk melangsungkan pernikahan beda agama itu. Hal ini sesuai Pasal 35 huruf a UU Administrasi Kependudukan yang membuka peluang untuk melegalisasi perkawinan beda agama di Indonesia.
Nah, udah makin paham kan Sobat? Kalau masih ada yang mau ditanyakan, jangan ragu untuk konsultasi langsung dengan OLeCo ya! Demikian penjelasannya dan semoga bermanfaat!
Terima Kasih !
Tunggu beberapa saat hingga komentar anda tayang.